Bahkan celana memilih nasibnya
sendiri:
ia pergi ke pasar loak justru
ketika aku sedang giat
belajar bugil dan mandi.
“Selamat tinggal pantat. Selamat
tinggal jagoan kecil
yang tampak pemalu tapi hebat.”
Entah berapa pantat telah ia
tumpangi,
berapa kenangan telah ia
singgahi,
sampai suatu hari aku
menemukannya kembali
di sebuah kota, di sebuah
kuburan.
“Pulang dan pakailah celana
kesayanganmu ini,”
kata perempuan tua penjaga makam.
Sampai di rumah, kupakai kembali
si celana hilang itu
dan aku terheran: “Kok celanaku
makin kedodoran!”
Aku termenung melihat seorang
bocah
di dalam cermin sedang sibuk
mencoba celana
yang sudah bolong di bagian
tengahnya.
Oleh :
Joko Pinurbo
No comments:
Post a Comment