Thursday, June 25, 2015

Tentang Seorang Yang Terbunuh Di Sekitar Hari Pemilihan Umum

“Tuhan, berikanlah suara-Mu, kepadaku”


Seperti jadi senyap salak anjing ketika ronda menemukan mayatnya

di tepi pematang. Telungkup. Seperti mencari harum dan hangat padi.

Tapi bau sing itu dan dingin pipinya jadi aneh, di bawah bulan.

Dan kemudian mereka pun berdatangan - senter, suluh dan

kunang-kunang - tapi tak seorang pun mengenalnya. Ia bukan orang sini, hansip itu berkata.


“Berikan suara-Mu”


Di bawah petromaks kelurahan mereka menemukan liang luka yang lebih.

Bayang-bayang bergoyang sibuk dan beranda meninggalkan bisik.

Orang ini tak berkartu. Ia tak bernama. Ia tak berpartai. Ia tak

bertandagambar. Ia tak ada yang menangisi, karena kita tak bisa menangisi. Apa gerangan

agamanya ?


“Juru peta yang Agung, dimanakah tanah airku ?”


Lusa kemudian mereka membacanya di koran kota, di halaman

pertama. Ada seorang menangis entah mengapa. Ada seorang

yang tak menangis entah mengapa. Ada seorang anak yang letih

dan membikin topi dari koran pagi itu, yang diterbangkan angin

kemudian. Lihatlah. Di udara berpasang layang-layang, semua

bertopang pada cuaca. Lalu burung-burung sore hinggap di kawat,

sementara bangau-bangau menuju ujung senja, melintasi lapangan

yang gundul dan warna yang panjang, seperti asap yang sirna.


“Tuhan, berikan suara-Mu, kepadaku”



Oleh :

Goenawan Mohammad

No comments:

Post a Comment