Kembali ke
nokturno, katamu. Aku inginkan Chopin.
Seperempat jam kemudian, tuts hitam pada piano itu menganga.
Malam telah melukai mereka.
Mungkin
itu sebabnya kau selalu merasa bersalah, seakan-akan sedih adalah bagian dari
ketidaktahuan.
Atau kecengengan. Tapi setiap malam, ada jalan batu dan lampu sebuah kota yang
tak diingat lagi, dan kau,
yang mencoba mengenangnya dari cinta yang pendek, yang terburu, akan gagal. Di
mana kota ini? Siapa yang
meletakkan
tubuh itu di sisi tubuhmu?
Semua yang kembali
hanya menemuimu
pada mimpi yang tersisa
di ruas kamar….
Coba
dengar, katamu lagi,
apa yang datang dalam No. 20 ini?
Di piano
itu seseorang memandang ke luar
dan mencoba menjawab:
Mungkin hujan. Hanya hujan.
Tapi tak
ada hujan dalam C-Sharp Minor, katamu.
Oleh :
Goenawan Mohammad
No comments:
Post a Comment