Thursday, July 16, 2015

Perempuan Itu Menggerus Garam

Perempuan itu menggerus garam pada cobek

di sudut dapur yang kekal.

“Aku akan menciptakan harapan,” katanya, “pada batu hitam.”

Asap tidak pernah singkat. Bubungan seperti warna dunia

dalam mimpi Yeremiah


Ia sendiri melamunkan ikan, yang berenang di akuarium,

seperti balon-balon malas yang tak menyadari warnanya,

ungkapannya, di angkasa. “Merekalah yang bermimpi,”

katanya dalam hati.


Tapi ia sendiri bermimpi. Ia memimpikan busut-busut terigu, yang

turun, seperti hujan menggerutu. Di sebuah ladang. Enam

orang berlari seakan ketakutan akan matahari.

“Itu semua anakku,” katanya. “Semua anakku.”


Ia tidak tahu ke mana mereka pergi, karena sejak itu tidak ada

yang pulang. Si bungsu, dari sebuah kota di Rusia, tak pernah

menulis surat. Si sulung hilang. Empat saudara kandungnya

hanya pernah mengirimkan sebuah kalimat,

“Mak, kami hanya pengkhianat.”


Barangkali masih ada seorang gadis, di sajadah yang jauh,

(atau mungkin mimpi itu hanya kembali,)

yang tak mengenalnya. Ia sering berpesan dengan

bahasa diam asap pabrik. Ia tak berani tahu siapa dia,

ia tidak berani tahu.


Perempuan itu hanya menggerus garam pada cobek

di sudut dapur yang kekal.



Oleh :

Goenawan Mohammad

No comments:

Post a Comment