— untuk
Moh. Sunjaya
Aktor
terakhir menutup pintu.
“Caesar, aku pulang.”
Dan ruang-rias kosong. Cermin jadi dingin
seperti wajah tua yang ditinggalkan.
Siapapun
pulang. Meski pada jas dengan punggung yang berlobang ia masih rasakan
ujung
pisau itu menikam dan akerdeon bernyanyi pada saat kematian.
“Teater,”
sutradara selalu bergumam, “hanya kehidupan dua malam.”
“Tapi tetap kehidupan,” ia ingin menjawab.
Ia selalu merasa bisa menjawab.
Ia menyukai
suaranya sendiri
dan beberapa kata-kata.
Tapi pada tiap reruntukan panggung
ia lupa kata-kata.
Pada tiap
reruntukan panggunng
ia hanya ingin tiga detik — tiga detik yang yakin:
dalam lorong Kapai-Kapai, Abu tak berhenti
hanya karena cahaya tak ada lagi.
Ia tak
menyukai melankoli.
Oleh :
Goenawan Mohammad
No comments:
Post a Comment