Untuk gas
Musim panas berjalan-jalan di luar bajumu.
Dari seluruh warna merah yang dipadatkan.
Baju dengan jahitan tentang ketakutan
dan kesedihan. Lorong es hitam pelarian Yahudi
di Grodzka, jadi jalan turis.
Musim panas yang masih menjahit gerimis,
setiap jendela cuaca dibukan dan ditutup.
Tidak tentang yang terkunci di luar atau di dalam.
Tentang bibirmu
meninggalkan biji cengkeh di lidahku.
Membisikkan puisi-puisi Wislawa Szymborska,
dengan tas koper terus memunguti bayangan kita
di belakang. Tidak memisahkan kalimat dengan koma,
setelah masa lalu dan masa kini.
Kita meminjam sayap burung untuk tidak
berbahasa lagi seperti manusia.
Terbang.
Seperti dalam ruang di luar suhu kematian.
Seperti matahari menawarkan ilusi tentang bayangan,
dan sebuah bis yang membawa malam ke Warsawa.
Malam yang terus direnovasi dalam lampu-lampu
kota yang sedih.
Menggeser musim panas ke tangga menuju
kastil-kastil kesunyian,
kafe-kafe yang menyembunyikan teriakan
dari tenggorokan terluka.
Mata lelaki dalam kantong plastik
mulai berkerumun di taman kota.
Pelayan kafe membawa menu sejarah,
secangkir kopi dan ice cream tentang kita.
Lukisan sejarah perang dan kunci besi
di Museum Lublinskie.
Kita berjalan di sebuah kota yang telah menjadi
selembar menu makanan.
Deru pesawat dan kereta masih merenovasi pelukan
kita, antara passport, peta perjalanan dan gereja-
gereja tua. Aku tidak tahu lagi bedanya antara
memeluk dan bersujud memuja kesedihanmu.
Di tas koperku masih peti mati yang meminta visa
untuk kebebasan bernapas.
Sayangku, tidur tidak bisa mengecat mimpi kita.
Lublin telah menjadi piano kesunyian di luar malam.
Oleh :
Afrizal Malna
salam hangat dari kami ijin menyimak dari kami pengrajin jaket kulit
ReplyDeleteyaa silahkan ...
Delete