Tuesday, October 7, 2014

Tubuh Lublinskie Di Lorong Es Hitam


Untuk gas


Musim panas berjalan-jalan di luar bajumu.

Dari seluruh warna merah yang dipadatkan.

Baju dengan jahitan tentang ketakutan

dan kesedihan. Lorong es hitam pelarian Yahudi

di Grodzka, jadi jalan turis.

Musim panas yang masih menjahit gerimis,

setiap jendela cuaca dibukan dan ditutup.

Tidak tentang yang terkunci di luar atau di dalam.

Tentang bibirmu

meninggalkan biji cengkeh di lidahku.

Membisikkan puisi-puisi Wislawa Szymborska,

dengan tas koper terus memunguti bayangan kita

di belakang. Tidak memisahkan kalimat dengan koma,

setelah masa lalu dan masa kini.

Kita meminjam sayap burung untuk tidak

berbahasa lagi seperti manusia.

Terbang.

Seperti dalam ruang di luar suhu kematian.

Seperti matahari menawarkan ilusi tentang bayangan,

dan sebuah bis yang membawa malam ke Warsawa.


Malam yang terus direnovasi dalam lampu-lampu

kota yang sedih.

Menggeser musim panas ke tangga menuju

kastil-kastil kesunyian,

kafe-kafe yang menyembunyikan teriakan

dari tenggorokan terluka.

Mata lelaki dalam kantong plastik

mulai berkerumun di taman kota.

Pelayan kafe membawa menu sejarah,

secangkir kopi dan ice cream tentang kita.

Lukisan sejarah perang dan kunci besi

di Museum Lublinskie.

Kita berjalan di sebuah kota yang telah menjadi

selembar menu makanan.


Deru pesawat dan kereta masih merenovasi pelukan

kita, antara passport, peta perjalanan dan gereja-

gereja tua. Aku tidak tahu lagi bedanya antara

memeluk dan bersujud memuja kesedihanmu.

Di tas koperku masih peti mati yang meminta visa

untuk kebebasan bernapas.


Sayangku, tidur tidak bisa mengecat mimpi kita.

Lublin telah menjadi piano kesunyian di luar malam.



Oleh :

Afrizal Malna

2 comments: