Saturday, October 4, 2014

Mesin Penghancur Dokumen


Ayo, minumlah. Tidak. Saya tidak sedang es kelapa

muda. Makanlah kalau begitu, tolonglah. Tidak. Saya

tidak sedang nasi rames. Masuklah ke kamar mandi

saya, tolonglah kalau tidak haus, kalau tidak lapar,

kalau bosan makan. Perkenankan aku memberikan

keramahan padamu, untuk seluruh kerinduan yang

menghancurkan dinding-dinding egoku. Bagaimana

aku bisa keluar kalau kamu tidak masuk.


Kamu bisa mendengar kamar mandiku memandikan

tata bahasa, di tangan penggoda seorang penyiar TV.

Perkenankan aku membimbing tanganmu. Masuk-

lah di sini yang di sana. Masakini yang di masalalu.

Masuklah kalau kamu tak suka tata bahasa. Tolonglah

kalau begitu, ganti bajumu dengan bajuku. Mesin

cuci telah mencucinya setelah aku mabuk, setelah

aku menangis, setelah aku bunuh diri 12 menit yang

lalu. Bayangkan tubuhku dalam baju kekosongan itu.

Tolonglah bacakan kesedihan-kesedihanmu:


“Kemarin aku bosan, hari ini aku bosan, besok akan

kembali lagi bosan yang kemarin.” Apa tata bahasa

harus diubah menjadi museum es krim supaya kamu

tidak bosan. Tolonglah. Semua yang dilakukan atas

nama bahasa, adalah topeng api. Pasar yang

mengganti tubuhmu menjadi mesin penghancur

dokumen. Tolonglah, aku hanya seseorang dalam

prosa-prosa seperti ini, seorang pelancong yang

meledak dalam sebuah kamus. Sebuah puisi murung

dalam mulut mayat seorang penyair.

Tolonglah, tidurkan aku dalam kesunyianmu yang

tak terjemahkan. Mesin penghancur dokumen yang

sendirian dalam kisah-kisahmu.



Oleh :

Afrizal Malna

No comments:

Post a Comment