Thursday, October 2, 2014

Proposal Politik Untuk Polisi


          “Toean-toean, saja mendjamin bahwa pemerintahan kita

          tidak lagi popoeler, baik di antara rakjat ketjil maoepoen

          pedjabat boemiputra rendahan ataoe pedjabat tinggi …

          rasa tidak puas jang merebak, baik di kalangan para bang-

          sawan maoepoen rakjat djelata, terhadap bagaimana tjara

          pemerintah dikelola dan keadilan ditegakkan. Sedjak akhir

          1900, muntjul sematjam gerakan terorisme … ataoepoen

          gerakan perlawanan terhadap pemerintah. Tampaknja di

          pusat birokrasi pemerintahan tidak memahami makna ini

          semua.” (P.J.F. van Heutsz, 1904-06)


Aku dilanda kedatangan diriku sendiri, di sana dan di sini. Melihat

kegagalan yang terus-terang di setiap yang kuciptakan. Antara

mesin-mesin dan sistem dalam lubang kesunyian, pembelian dan

penjualan yang saling membuang. Hiburan dan barang-barang

yang dibeli di sana dan di sini. Kenangan dalam puing-puing

perubahan. Sisa-sisa hutang dalam peti mati tak terkunci. Pidato

musim hujan di semua saluran keadilan yang tenggelam. Tanah

dan suara api di atas meja makan. Kau dan aku berdiri di sini.

Tetapi tidak pernah berdiri bersama.


Aku memotret telapak tanganku sendiri, seperti memotret sebuah

kepulauan terbuat dari bubur kertas. Pengeluaran terus-menerus

di sana dan di sini, lebih panjang dari jalan yang kulalui ke depan

dan ke belakang. Suara gesekan butir-butir beras dalam panci,

seperti data-data ekonomi yang kehilangan mesin hitung. Hatiku

tenggelam dalam permainan sejarah dan baju untuk masuk surga.

Laporan keuangan yang berjalan-jalan di akhir tahun. Daya hidup

yang menjadi puing-puing dalam perdagangan ilmu pengetahuan,

data-data di sana dan di sini. Kesehatan yang diramalkan vitamin C

dan sikat gigi. Aku dilanda kedatangan diriku sendiri,

untuk membeli kesunyian, udara bersih dan lapangan

kerja.


Tuan-tuan, bisakah kegagalan dipotret, untuk melihat

bagaimana caranya kita tertawa dan tersenyum.

Bisakah kita memotret sikat gigi di tengah puing-

puing daya hidup yang terus digempur dari sana dan

dari sini. Daya hidup yang menjadi mainan pendaya-

gunaan kekerasan. Laporan pertumbuhan penduduk

yang menjadi api pada jam makan malam kita.


Tuan-tuan, bisakah kita membaca sekali lagi, dari

huruf-huruf tak bermakna. Dan mereka menciptakan

bahasa, dari setiap kegagalan, dari setiap sejarah luka

di sana dan di sini, dari dansa perpisahan di malam

minggu. Berdirilah kita di sini, seperti tanaman yang

menunggu tukang kebun. Tidak membiarkan sebuah

kepulauan menjadi saluran got bersama.


Tuan-tuan. Di sana dan di sini. Musim hujan yang

telah berwarna biru di kotamu.



Oleh :

Afrizal Malna

No comments:

Post a Comment