Kita lihat Sartre malam itu, lewat Pintu Tertutup: menawarkan
manusia mati dalam sejarah orang lain.
Tetapi wajah-wajah Dunia Ketiga yang
memerankannya, masih merasa heran dengan ke- matian
dalam pikiran: “Neraka
adalah orang-orang lain.” Tak ada yang memberi tahu di situ, bagaimana
masa
lalu berjalan, memposisikan mereka di sudut sana. Lalu aku kutip butir-butir
kacang dari atas
pangkuanmu: Mereka telah melebihi diriku sendiri.
Wajahmu penuh cerita malam itu, menyempatkan aku mengingat juga: sebuah
revolusi setelah hari
hari kemerdekaan, di Peka- longan, Tegal,
Brebes; yang mengubah tatanan lama dari tebu, udang
dan batik. Kita minum orange
juice tanpa masa lalu di situ, di bawah tatapan Sartre yang menurunkan
kapak, rantai penyiksa, alat-alat pembakar bahasa. Tetapi mikropon meraihku,
mengumumkan
migrasi berbahaya, dari kamar mandi ke jalan-jalan tak terduga.
Di Ciledug, Sidoarjo, Denpasar, orang-orang berbenah meninggallkan dirinya
sendiri. Migrasi telah
kehilangan waktu, kekasihku. Dan aku sibuk mencari
lenganmu di situ, dari rotasi-rotasi yang hilang,
dari sebuah puisi, yang mengirim
kamar mandi ke dalam sejarah orang lain.
1993
Oleh :
Afrizal Malna
No comments:
Post a Comment