Monday, October 13, 2014

Masyarakat Rosa


Dari manakah aku belajar jadi seseorang yang tidak aku kenal, seperti belajar menyimpan diri sendiri.

Dan seperti usiamu kini, mereka mulai mengira dan meyakini orang banyak, bahwa aku bernama

Rosa.


Tetapi Rosa hanyalah penyanyi dangdut, yang menghisap keyakinan baru setelah memiliki kartu

nama. Di situ Rosa menjelma, dimiliki setiap orang. Mahluk baru itu kian membesar jadi se-  jumlah

pabrik, hotel, dan lintasan kabel-kabel telpon. Rosa membuat aku menggigil saat mendendangkan

sebuah lagu, menghisap siapa pun yang mendengarnya. Rosa membesar jadi sebuah dunia, seperti

Rosa mengecil jadi dirimu.


Ayahku bernama Rosa pula, ibuku bernama Rosa pula, seperti para kekasihku pula bernama Rosa.

Mereka memanggilku pula sebagai Rosa, seperti memanggil diri dan anak-anak mereka.   Dan aku

beli diriku setiap saat, agar aku jadi seseorang yang  selalu baru.


Rosa berhembus dari gaun biru dan rambut basah, dari bibir yang memahami setiap kata, lalu

menyebarkan berlembar-lembar cermin jadi Rosa. Tetapi jari-jemarinya kemudian basah dan

membiru, ketika menggenggam mikropon yang menghisap dirinya. Di depan layar televisi, ia

menggenang: “Itu adalah Rosa, seperti menyerupai diriku.” Gelombang Rosa berhembus, turun

seperti pecahan-pecahan kaca. Rosa menjelma jadi lelaki di situ, seperti perempuan yang menjelma

jadi Rosa.


Rosa, tontonlah aku. Rosa tidak akan pernah ada tanpa kamera  dan fotocopy. Tetapi kemudian Rosa

berbicara mengenai kemanusiaan, nasionalisme, keadilan dan kemakmuran, seperti me- nyebut

nama-nama jalan dari sebuah kota yang telah melahirkannya. Semua nama-nama jalan itu, kini telah

bernama Rosa pula.


Hujan kemudian turun bersama Rosa, mengucuri tubuh sendiri. Orang-orang bernama Rosa, menepi

saling memperbanyak diri. Mereka bertatapan: Rosa ... dunia wanita dan lelaki   itu, mengenakan

kacamata hitam. Mereka mengunyah permen  karet, turun dari layar-layar film, dan bernyanyi: seperti

lagu, yang menyimpan suaramu dalam mikropon pecah itu.


1989   



Oleh :

Afrizal Malna

No comments:

Post a Comment