Monday, October 20, 2014

Asia Membaca


Matahari telah berlepasan dari dekor-dekornya. Tapi kami masih hadapi langit yang sama, tanah yang

sama. Asia. Setelah dewa-dewa pergi, jadi batu dalam pesawat-pesawat TV; setelah waktu-waktu

yang menghancurkan, dan cerita lama memanggili lagi  dari negeri lain, setiap kata jadi berbau

bensin di situ. Dan kami terurai lagi lewat baju-baju lain. Asia. Kapal-kapal membuka  pasar,

mengganti naga dan lembu dengan minyak bumi. Membawa kami ke depan telpon berdering.


Di situ kami meranggas, dalam taruhan berbagai kekuatan.Mengantar pembisuan jadi jalan-jalan di

malam hari. Asia. Lalu kami masuki dekor-dekor baru, bendera-bendera baru, cinta yang lain  lagi,

mendapatkan hari yang melebihi waktu: Membaca yang tak boleh dibaca, menulis yang tak boleh

ditulis.


Tanah berkaca-kaca di situ, mencium bau manusia, menyimpan kami dari segala jaman. Asia. Kami

pahami lagi debur laut, tempat para leluhur mengirim burung-burung, mencipta kata. Asia hanya

ditemui, seperti malam-malam mencari segumpal tanah yang hilang: Tempat bahasa dilahirkan.


Asia.


1985  



Oleh :

Afrizal Malna

No comments:

Post a Comment