Matahari telah berlepasan dari dekor-dekornya. Tapi kami masih hadapi
langit yang sama, tanah yang
sama. Asia. Setelah dewa-dewa pergi, jadi batu
dalam pesawat-pesawat TV; setelah waktu-waktu
yang menghancurkan, dan cerita
lama memanggili lagi dari negeri lain, setiap kata jadi berbau
bensin di
situ. Dan kami terurai lagi lewat baju-baju lain. Asia. Kapal-kapal
membuka pasar,
mengganti naga dan lembu dengan minyak bumi. Membawa kami
ke depan telpon berdering.
Di situ kami meranggas, dalam taruhan berbagai kekuatan.Mengantar pembisuan
jadi jalan-jalan di
malam hari. Asia. Lalu kami masuki dekor-dekor baru,
bendera-bendera baru, cinta yang lain lagi,
mendapatkan hari yang
melebihi waktu: Membaca yang tak boleh dibaca, menulis yang tak boleh
ditulis.
Tanah berkaca-kaca di situ, mencium bau manusia, menyimpan kami dari segala
jaman. Asia. Kami
pahami lagi debur laut, tempat para leluhur mengirim
burung-burung, mencipta kata. Asia hanya
ditemui, seperti malam-malam mencari
segumpal tanah yang hilang: Tempat bahasa dilahirkan.
Asia.
1985
Oleh :
Afrizal Malna
No comments:
Post a Comment