Thursday, July 3, 2014

Sajak Seonggok Jagung


Seonggok jagung di kamar 

dan seorang pemuda 

yang kurang sekolahan.

Memandang jagung itu, 

sang pemuda melihat ladang; 

ia melihat petani; 

ia melihat panen; 

dan suatu hari subuh, 

para wanita dengan gendongan 

pergi ke pasar ……….. 

Dan ia juga melihat 

suatu pagi hari 

di dekat sumur 

gadis-gadis bercanda 

sambil menumbuk jagung 

menjadi maisena. 

Sedang di dalam dapur 

tungku-tungku menyala. 

Di dalam udara murni 

tercium kuwe jagung

Seonggok jagung di kamar 

dan seorang pemuda. 

Ia siap menggarap jagung 

Ia melihat kemungkinan 

otak dan tangan 

siap bekerja

Tetapi ini :

Seonggok jagung di kamar 

dan seorang pemuda tamat SLA 

Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa. 

Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.

Ia memandang jagung itu 

dan ia melihat dirinya terlunta-lunta . 

Ia melihat dirinya ditendang dari diskotik. 

Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase. 

Ia melihat saingannya naik sepeda motor. 

Ia melihat nomor-nomor lotre. 

Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal. 

Seonggok jagung di kamar 

tidak menyangkut pada akal, 

tidak akan menolongnya.

Seonggok jagung di kamar 

tak akan menolong seorang pemuda 

yang pandangan hidupnya berasal dari buku, 

dan tidak dari kehidupan. 

Yang tidak terlatih dalam metode, 

dan hanya penuh hafalan kesimpulan, 

yang hanya terlatih sebagai pemakai, 

tetapi kurang latihan bebas berkarya. 

Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.

Aku bertanya : 

Apakah gunanya pendidikan 

bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing 

di tengah kenyataan persoalannya ? 

Apakah gunanya pendidikan 

bila hanya mendorong seseorang 

menjadi layang-layang di ibukota 

kikuk pulang ke daerahnya ? 

Apakah gunanya seseorang 

belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, 

atau apa saja, 

bila pada akhirnya, 

ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata : 

“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”


Oleh : 

W.S. Rendra

No comments:

Post a Comment