Tuesday, July 1, 2014

Sajak Sebatang Lisong


Menghisap sebatang lisong 

melihat Indonesia Raya, 

mendengar 130 juta rakyat, 

dan di langit 

dua tiga cukong mengangkang, 

berak di atas kepala mereka

Matahari terbit. 

Fajar tiba. 

Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak 

tanpa pendidikan.

Aku bertanya, 

tetapi pertanyaan-pertanyaanku 

membentur meja kekuasaan yang macet, 

dan papantulis-papantulis para pendidik 

yang terlepas dari persoalan kehidupan.

Delapan juta kanak-kanak 

menghadapi satu jalan panjang, 

tanpa pilihan, 

tanpa pepohonan, 

tanpa dangau persinggahan, 

tanpa ada bayangan ujungnya. 

…………………

Menghisap udara 

yang disemprot deodorant, 

aku melihat sarjana-sarjana menganggur 

berpeluh di jalan raya; 

aku melihat wanita bunting 

antri uang pensiun.

Dan di langit; 

para tekhnokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas, 

bahwa bangsa mesti dibangun; 

mesti di-up-grade 

disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

Gunung-gunung menjulang. 

Langit pesta warna di dalam senjakala 

Dan aku melihat 

protes-protes yang terpendam, 

terhimpit di bawah tilam.

Aku bertanya, 

tetapi pertanyaanku 

membentur jidat penyair-penyair salon, 

yang bersajak tentang anggur dan rembulan, 

sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya 

dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan 

termangu-mangu di kaki dewi kesenian.

Bunga-bunga bangsa tahun depan 

berkunang-kunang pandang matanya, 

di bawah iklan berlampu neon, 

Berjuta-juta harapan ibu dan bapak 

menjadi gemalau suara yang kacau, 

menjadi karang di bawah muka samodra. 

………………

Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing. 

Diktat-diktat hanya boleh memberi metode, 

tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan. 

Kita mesti keluar ke jalan raya, 

keluar ke desa-desa, 

mencatat sendiri semua gejala, 

dan menghayati persoalan yang nyata.

Inilah sajakku 

Pamplet masa darurat. 

Apakah artinya kesenian, 

bila terpisah dari derita lingkungan. 

Apakah artinya berpikir, 

bila terpisah dari masalah kehidupan.


Oleh : 

W.S. Rendra

No comments:

Post a Comment