Monday, August 4, 2014

Gerimis


Seribu gerimis menuliskan kemarau di jendela

Basah langit yang sampai melepaskan senja

Bersama gemuruh yang dilemparkan jarum jam, kata-kata

bermimpilah bunga-bunga menyusun kenangannya

dari percakapan terik dan hama


“Kau toreh bibirnya yang merkah,” kata hama

“Dan kuhisap isi jantungnya yang masih merah”


Kenapa ia tak terkulai

Dan masih bertahan juga

Dan bersenyum pada surya

yang mengunyah-ngunyah airmatanya


Untukku ingar itu pun senantiasa menyurat

Atau mimpi

Tapi angin masih saja menggigil

Mendesakkan pago


Tuhan, kau hanya kabar dari keluh


Burung-burung pun

asing di sana

karena jarak dan bahasa



Oleh :

Abdul Hadi Wiji Muthari

No comments:

Post a Comment