Monday, September 29, 2014

Di Seberang Selembar Daun


Aku bukan seluruh daun di pohon ini. Aku hanya

selembar daun di pohon ini. Hanya pohon ini dan

hanya selembar daun. Aku hanya selembar daun

yang tumbuh di leherku. Hanya berwarna hijau sep-

erti selembar daun. Aku hanya selembar daun yang

berbicara menggunakan mulutku. Maksudku,

mulutku adalah selembar daun yang berbicara

menggunakan mulutku. Maksudku, aku hanya

selembar daun yang selembar daun. Jangan rayu aku

untuk menjadi pohon walau kau berikan tuhan kepa-

daku. Jangan rayu aku untuk menjadi seluruh daun

pada pohon ini walau kau berikan janji kematian pa-

daku. Aku bukan soal kematian dan soal tuhan. Aku

mirip, maksudku mirip dengan pertanyaan aku hidup

bukan untuk seluruh yang kau katakan setelah

kematian. Setelah kematian aku bukan hidup dan ke-

matian bukan selembar daun yang mewakili seluruh

daun di pohon ini.


Aku hanya selembar warna hijau dari pohon yang

aku tak tahu namanya. Pohon yang membuat aku

tahu aku berada di sini dan hidup di sini. Maksudku,

jangan kau takuti aku seperti kanak-kanak yang

berlari di seberang kematian. Aku mengingatnya,

waktu-waktu, dan, lihatlah di luar sana, lihatlah

orang-orang berjalan dengan kakinya, pohon-pohon

tumbuh, anak-anak bermain merasakan kebahagiaan

memiliki tawa, langit yang dibuat dari rambut

perempuan. Aku adalah selembar daun yang dijahit

pada sebatang pohon.



Oleh :

Afrizal Malna

2 comments: