Wednesday, April 30, 2014
Puisi Modern dan Penceritraannya
Di era modern puisi berkembang sangat pesat,
termasuk lepas dari gaya penulisan puisi lama yang masih terikat bait, sajak
dan rima. Pencitraan sendiri merupakan sentuhan sempurna dalam sebuah puisi.
Dan puisi modern dan pencitraannya ini jauh lebih bebas dalam pembuatannya.
Semua itu membuat puisi modern jauh lebih diminati dan diterima oleh berbagai
kalangan.
Puisi lama, puisi baru dan puisi kontemporer
merupakan jenis puisi yang ditinjau dari perkembangannya. Karena puisi yang
baik tidak ada pengulangan, apalagi sampai lebih dari tiga kali pengulangan,
hal seperti ini akan menyebabkan kebosanan. Puisi juga mengalami perkembangan
dari berbagai sudut, namun semua itu tetap menjadikan puisi lebih kaya warna.
Pencitraan
yang Menarik
Berdasarkan pemaparan diatas, maka puisi modern
dan pencitraannya sangatlah saling berkaitan, pencitraan akan membuat puisi menjadi
lebih menarik dan lebih hidup. Puisi epik, puisi dan puisi dramatik menjadi
perkembangan dari segi pengungkapannya. Inilah puisi modern yang bisa Anda
jumpai, yaitu puisi, sajak, panttm, syair, lagu, kata-kata mutiara dan masih banyak lagi.
Semua dibuat dengan bahasa yang bebas namun tetap memiliki keunikan, keindahan
dan harmonisasi nada dalam karya tersebut. Umbu Landu Paranggi disebut- sebut
sebagai salah satu penulis puisi modern, yang sangat produktif dan inspiratif.
Ciri- ciri dan Contoh
Ciri- ciri puisi modern yang sering dijumpai, yaitu : penulisannya bebas tanpa terikat rima maupun unsur puisi, perkembangan bahasa dan diksinya selalu bergerak dinamis, isinya lebih banyak ungkapan masalah yang dialami si penyair dan sastra barat juga memiliki andil untuk mempengaruhi karya lokal.
Geliat puisi modern saat ini berkembang sangat pesat. Inilah salah satu contoh puisi modern yang sederhana, yaitu :
Cinta terpasung dalam doa
lllelilit akan setia yang tak jua jera
Berlumuran rindu tiada tara
Menggapai mahligai cinta di Syurga
(Tia, 2013)
Demikianlah, ulasan singkat artikel puisi modern dan pencitraannya, semoga memberikan manfaat untuk pemula yang ingin membuat puisi modern, karena puisi modern sangatlah fleksibel dan mudah dibuat oleh siapapun. Bagiamanapun karya sastra merupakan ungkapan hati si penyair, untuk itu hargai apapun bentuknya sebuah karya. Selamat berkarya!
Sumber
Tuesday, April 29, 2014
Insyaf
Segala kupinta tiada kauberi
Segala kutanya tiada kausahuti
Butalah aku terdiri sendiri
Penuntun tiada memimpin jari
Maju mundur tiada terdaya
Sempit bumi dunia raya
Runtuh ripuk astana cuaca
Kureka gembira di lapangan dada
Buta tuli bisu kelu
Tertahan aku di muka dewala
Tertegun aku di jalan buntu
Tertebas putus sutera sempana
Besar benar salah arahku
Hampir tertahan tumpah berkahmu
Hampir tertutup pintu restu
Gapura rahasia jalan bertemu
Insyaf diriku dera durhaka
Gugur tersungkur merenang mata:
Samar terdengar suwara suwarni
Sapur melipur merindu temu.
Padamu Jua
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupatiada
Suara sayuo
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku ke dalam cakarmu
Bertukar tagkap dengan lepas
Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu-bukan giliranku
Mari hari-bukan kawanku
Monday, April 28, 2014
Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi.
Syair Orang Lapar
Lapar menyerang desaku
Kentang dipanggang kemarau
Surat orang kampungku
Kuguratkan kertas
Risau
Lapar lautan pidato
Ranah dipanggang kemarau
Ketika berduyun mengemis
Kesinikan hatimu
Kuiris
Lapar di Gunungkidul
Mayat dipanggang kemarau
Berjajar masuk kubur
Kauulang jua
Kalau.
Sunday, April 27, 2014
Sebuah Kamar
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu.
“Sudah lima anak bernyawa di sini,
Aku salah satu!”
Ibuku tertidur dalam tersedu,
Keramaian penjara sepi selalu,
Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!
Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan bapakku, karena mereka berada
d luar hitungan: Kamar begini
3 x 4, terlalu sempit buat meniup nyawa!
Cerita Buat Dien Tamaela
Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu
Beta Pattirajawane
Kikisan laut
Berdarah laut
Beta Pattirajawane
Ketika lahir dibawakan
Datu dayung sampan
Beta Pattirajawane, menjaga hutan pala
Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama
Dalam sunyi malam ganggang menari
Menurut beta punya tifa,
Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.
Mari menari!
mari beria!
mari berlupa!
Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati, gadis kaku
Beta kirim datu-datu!
Beta ada di malam, ada di siang
Irama ganggang dan api membakar pulau...
Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu
Saturday, April 26, 2014
Buah Rindu
Dikau sambur limbur pada senja
Dikau alkamar purnama raya
Asalkan kanda bergurau senda
Dengan adinda tajuk mahkota.
Di tuan rama – rama melayang
Di dinda dendang sayang
Asalkan kanda selang menyelang
Melihat adinda kekasih abang.
Ibu, seruku laksana pemburu
Memikat perkutut di pohon ru
Sepantun swara laguan rindu
Menangisi kelana berhati mutu
Kelana jauh duduk merantau
Dibalik gunumg dewala hijau
Diseberang laut cermin silau
Tanah jawa mahkota pulau…
Buah kenangku entah kemana
Lalu mengembara kesini sana
Haram berkata sepatah jua
Ia lalu meninggalkan beta.
Ibu lihatlah anakmu muda belia
Setiap waktu sepanjang masa
Duduk termenung berhati duka
Laksana Asmara kehilangan seroja.
Bunda waktu tuan melahirkan beta
Pada subuh kembang cempaka
Adakah ibunda menaruh sangka
Bahwa begini peminta anakda ?
Wah kalau begini naga – naganya
Kayu basah dimakan api
Aduh kalau begini laku rupanya
Tentulah badan lekaslah fani.
Friday, April 25, 2014
Kekuatan Cinta
Indah mata memandang
Dikau datang menghampiri
Sejuk hati terasa
Dikau peluk hatiku ini
Ingin rasa memandangmu selalu
Tuk sejukan hati yang sedang lara ini
Ingin rasa ku peluk erat dan genggam tanganmu
Tuk rasakan kehangatan yang penuh kasih itu
Pelangi indah yang kau persembahkan untukku
Akan ku simpan slamanya
Dan takkan pernah tergantikan
Pelangi itu ialah kasih sayangmu
Yang tulus hanya untukku
Kuharap kau tetap seperti ini
Dan menjadi pendamping hidupku
Slamanya disampingku
Slama ku berada di sampingmu
Ku merasa hidupku penuh warna dan menjadi lebih berarti
Karna dirimu yang slalu menyemangatiku tanpa lelah
Maha
Satu yang tak bisa dipungkiri
Satu yang harus dijalani
Satu yang harus dipatuhi serta
Satu yang harus kita akui
Kekuasaan kebesaran serta keagungannya
Yang hanya bisa dimiliki satu-satunya pemilik
Pemilik segala hal dan segala sesuatunya
Sebuah tugas yang ia berikan kepada kita
Tugas yang tak sembarang orang bisa melakukannya
Hanya orang yang patuhlah yang bisa menjalankannya
Jadilah manusia yang bisa menjalankan segala perintahnya
Perintah yang akan memberikan banyak cobaan serta ujian
Dan akan mendapatkan ganjaran di suatu saat nanti
Ganjaran yang melebihi kesenangan apapun di dunia
Berbahagialah bagi kalian yang masih percaya akan adanya tuhan
Karna hanya dialah yang dapat memberikan kita kepastian hidup
Thursday, April 24, 2014
Sebuah Jaket Berlumur Darah
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
Dengan Puisi Aku
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbaur cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Napas jaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
Wednesday, April 23, 2014
Teluk Jayakatera
Ombak memecah di tepi pantai
angin berhembus lemah-lembut
Puncak kelapa melambai-lambai
di ruang angkasa awan bergelut.
Burung terbang melayang-layang
serunai berseru "adikku sayang"
perikan bernyanyi berimbang-imbang
laut harungan hijau terbentang.
Asap kapal bergumpal-gumpal
melayari tasik lautan Jawa
beta duduk berhati kesal
melihat perahu menuju Semudera.
Musyafir tinggal di tanah Jawa
seorang diri sebatang kara
hati susah tiada terkata
tidur sekali haram cendera.
Pikiranku melayang entah ke mana
sekali ke timur sekali ke utara
Mataku memandang jauh ke sana
di pertemuan air dengan angkasa.
di hadapanku hutan umurnya muda
tempat asyik bertemu mata
tempat ma'syuk melagukan cinta
tempat bibir menyatukan anggota.
Pikiran lampau datang kembali
menggoda kalbu menyusahkan hati
mengingatkan untung tiada seperti
Yayi lalu membawa diri.
Ombak mengempas ke atas batu
bayu merayu menjauhkan hati
gelak gadis membawaku rindu
terkenangkan tuan ayuhai yayi.
Teja ningsun buah hatiku
lihatlah limbur mengusap gelombang
ingatlah tuan masa dahulu
adik guring di pangkuan abang?
Di Tepi Pantai
Ombak berderai di tepi pantai,
Angin berembus lemah-lembut.
Puncak kelapa melambai-lambai,
di ruang angkasa awan bertabut.
Burung terbang melayang-layang,
serunai berlagu alangkah terang.
Bersuka raya bersenang-senang,
lautan haru hijau terbentang.
Asap kapal bergumpal-gumpal,
melayari tasik, Jawa segara.
Duduklah beta berhati kesal,
melihat perahu menuju Samudera.
Pikiranku melayang entah ke mana,
sekali ke Timur sekali ke Utara.
Mataku memandang jauh ke sana,
lampaulah air dengan udara.
Pikiran nan lama datang kembali,
menggoda kalbu menyusahkan hati.
Mengingatkan untung tiada seperti,
ke manakah nasib membawa diri.
Ombak mengempas di atas batu,
bayu merayu menyeri-nyeri.
Riak riuhnya mendatangkan rindu,
terkenangkan tuan aduhai, puteri.
Tuesday, April 22, 2014
Kepada Peminta-minta
Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
Jangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari muka
Sambil berjalan kau usap juga
Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebah
Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku
Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
Doa
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Monday, April 21, 2014
Kepada Kawan
Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat,
mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,
belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,
tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,
layar merah berkibar hilang dalam kelam,
kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!
Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!
Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!
Kawanku dan Aku
Kami sama pejalan larut